Gempa Aceh 2004 dan 2012 BerbedaJakarta
(ANTARA) - Gempa Aceh 2004 dan 2012 berbeda jauh karena delapan tahun
lalu lokasi gempa di sepanjang zona subduksi pertemuan lempeng Eurasia
dan Indo-Australia, sekarang ini berlokasi di lempeng Indo-Australia,
kata Pakar Tsunami Doktor Subandono Diposaptono.
"Beda jauh, dulu gempa terjadi di pertemuan lempeng Eurasia dan
Indo-Australia, sekarang terjadi di lempeng Indo-Australia, atau sekitar
175 km lebih ke selatan," kata Subandono yang juga Direktur Tata Ruang
Laut dan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan
Perikanan itu di Jakarta, Rabu malam.
Dengan demikian gempa Aceh yang terjadi kali ini merupakan gempa
intraplate, bukan interplate seperti gempa Aceh berkekuatan 9,1 skala
Richter pada tanggal 26 Desember 2004. Gempa intraplate tidak
menyebabkan tsunami yang besar seperti halnya gempa interplate yang
berada di zona subduksi.
"Gempa Aceh 2004 menyebabkan tepian dari lempeng Indo-Australia
melenting ke atas sepanjang 1.300 km tegak lurus zone penunjaman tempat
lempeng Samudra Hindia menyusup di bawah lempeng Eurasia (megathrust),
dari mulai Simeuleu sampai Andaman dan membuat air laut surut dan
kemudian menghempas ke daratan," katanya.
Gempa kali ini, kata dia, hanya menyebabkan gerakan mendatar yang
menyebabkan getaran dan riak gelombang di lautan. Kalaupun ada tsunami
paling-paling tingginya hanya 10--20 cm saja atau paling tinggi tak
lebih dari semeter.
Subandono juga mengingatkan pentingnya rencana tata ruang wilayah
menjadi dasar dari pembangunan, khususnya di kawasan pontensial bencana
gempa dan tsunami, sehingga diharapkan mampu meminimalkan risiko
bencana.
"Sayang sekali kalau kita sudah bangun kota dengan sebagus-bagusnya,
tapi karena tsunami datang lagi, lalu kota kembali hancur, lalu kita
harus membangunnya lagi," katanya.
Ia mencontohkan Jepang yang dilanda gempa 9 SR pada bulan Maret 2011
dan menyebabkan tsunami hingga 10 meter dan menewaskan ribuan korban.
Namun, setahun setelah itu belum ada upaya rekonstruksi karena
pembangunan kembali baru setelah semua rencana sesuai dengan tata ruang
berbasis mitigasi bencana sudah matang.
Rencana tata ruang wilayah, ujarnya, lebih penting daripada
pembangunan tembok laut ataupun hutan pantai yang kurang efektif dalam
meminimalkan risiko bencana.
Sumber berita :
[You must be registered and logged in to see this link.]